Proposal Penelitian
"Hubungan Kecerdasan Linguistik dalam Pembelajaran Bahasa Inggris terhadap Pencapaian Siswa"
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang penelitian
Bahasa
merupakan suatu alat komunikasi. Demikian pula dengan bahasa Inggris, saat ini
bahasa Inggris digunakan sebagai alat komunikasi global bahkan turut dijadikan
sebagai bahasa kedua di beberapa negara salah satunya Indonesia. Hal tersebut
didukung dengan pernyataan Jazadi (2008) bahwa bahasa Inggris merupakan bahasa
global yang sangat berperan dalam interaksi dan komunikasi global seiring
dengan kemajuan dan persaingan globalisasi. Pun dalam pernyataan Gradol (2006), dalam laporannya yang berjudul English Next yang dikutip dari Istiqomah (2011) bahwa terdapat 2
milyar orang di dunia berbicara bahasa Inggris atau sedang mempelajari
bahasa Inggris dalam satu dasawarsa ini. Hal tersebut menunjukan bahwa bahasa
Inggris merupakan bahasa yang harus dipelajari karena merupakan suatu
kebutuhan.
Di sisi
lain, fenomena yang terjadi adalah tidak semua orang khususnya siswa dengan
mudah mampu mempelajari dan menguasai bahasa Inggris. Menurut Baharudin (2007) dalam
penelitian Rahayu (2010), penguasaan yang berbeda pada diri setiap individu
disebabkan karena satu individu dengan individu lainnya memiliki kemampuan yang
berbeda dalam mempelajari suatu bahasa baru karena disebabkan oleh beberapa alasan.
Faktor yang dapat dijelaskan disini di antaranya adalah kecerdasan (intelligence) yang dimilikinya.
Menurut
Thorndike (1911) yang dikutip dalam Rahayu (2010), kecerdasan merupakan
kemampuan individu untuk memberikan respon yang tepat terhadap stimulus
yang diterimanya. Bila pengertian tersebut dihubungkan dengan kemampuan
seseorang terhadap penguasaan bahasa, dapat dikatakan bahwa perbedaan kemampuan
yang terjadi pada setiap individu untuk menguasai suatu bahasa baru yaitu
bahasa Inggris adalah wajar adanya karena dipengaruhi oleh kecerdasan.
Pernyataan
tersebut juga didukung oleh teori Multiple Intelligences atau kecerdasan majemuk yang dikembangkan oleh Gardner
(1983) yang dikutip dari Badriyah (2007), teori kecerdasan majemuk ini memuat berbagai
macam kecerdasan yang dimiliki manusia. Gardner mengembangkan teori intelegensi
menjadi kecerdasan majemuk yang memiliki delapan jenis kecerdasan. Adapun
berbagai kecerdasan itu adalah sebagai berikut word smart (kecerdasan
linguistik), number smart (kecerdasan logismatematis), picture
smart (kecerdasan spasial), body smart (kecerdasan
kinestetik-jasmani), music smart (kecerdasan musikal), people
smart (kecerdasan antarpribadi), self smart (kecerdasan
intrapribadi), dan nature smart (kecerdasan naturalis).
Dari
penjelasan di atas mengenai kecerdasan majemuk, peneliti bermaksud untuk mengetahui
dan menguji apakah terdapat hubungan antara kecerdasan linguistik dalam
kecerdasan majemuk yang dimiliki siswa terhadap pencapaian siswa dalam
pembelajaran bahasa Inggris. Adapun kecerdasan majemuk yang berkaitan dengan
bahasa dan dijadikan fokus penelitian ini adalah Word
Smart (kecerdasan linguistik).
Kecerdasan
linguistik merupakan kemampuan yang dimiliki individu yang melibatkan kepekaan terhadap bahasa lisan maupun tulisan, kemampuan mempelajari bahasa, dan kemampuan untuk menggunakan bahasa untuk mencapai
tujuan tertentu (Gardner, 1999). Menurut Gardner (1999) yang dikutip dalam penelitian Badriyah
(2007), menghafal, membaca, menulis, berbicara, mendengar merupakan kegiatan
yang dikuasai oleh seseorang yang memiliki kecerdasan linguistik. Adapun
ciri-ciri dari kecerdasan linguistik itu sendiri diantaranya adalah, suka
menulis kreatif di rumah, mengarang kisah khayal atau menuturkan lelucon dan
cerita, sangat hafal nama, tempat, tanggal, atau hal-hal kecil, menikmati
membaca buku di waktu senggang, mengeja kata-kata dengan cepat dan mudah, menyukai
pantun lucu dan permainan kata, suka mengisi teka-teki silang atau melakukan
permainan seperti scrable atau
anagram, menikmati mendengartkan kata-kata lisan (cerita, program radio,
pembacaan buku dan lain-lain), mempunyai kosa kata yang luas untuk anak
seusianya, dan unggul dalam pelajaran sekolah yang melibatkan membaca dan atau
menulis.
Berdasarkan
penjelasan tersebut, peneliti mengasumsikan bahwa kecerdasan linguistik erat
kaitannya dengan pembelajaran bahasa Inggris karena disebutkan bahwa kemampuan mempelajari suatu bahasa
merupakan salah satu yang dijelaskan dalam kecerdasan linguistik. Di sisi lain,
peneliti ingin menyatakan kembali bahwa meskipun dalam diri setiap individu
masing-masingnya memiliki delapan kecerdasan majemuk, namun tidak dari setiap
individu tersebut memiliki tingkat kecerdasan linguistik yang sama. Hal tesebut
menyebabkan kecerdasan linguistik dapat mempengaruhi penggunaan bahasa pada
diri setiap individu. Jazadi (2008) pun
menjelaskan mengenai bahasa Inggris
yang
merupakan bahasa global, sehingga peneliti
menyimpulkan bahwa dalam pembelajaran bahasa Inggris, penggunaan bahasa itu
penting.
Beralih
kepada pencapaian terhadap kecerdasan linguistik dalam pembelajaran Inggris. Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Badriyah
(2007), disebutkan bahwa tingkat kecerdasan cukup menentukan
tingkat keberhasilan belajar siswa. Hal tersebut menunjukaan bahwa semakin
tinggi kecerdasan
seorang siswa maka semakin tinggi pula peluang untuk
meraih prestasi yang tinggi.
Adapun yang dimaksud dengan pencapaian adalah
pengetahuan, pengertian, dan keterampilan yang dikuasai sebagai hasil
pengalaman pendidikan khusus. Pencapaian siswa dapat
diukur pada saat permulaan pembelajaran, selama pembelajaran, dan pada akhir
pembelajaran (Brown, 1980). Pencapaian
yang peneliti maksud berdasarkan definisi diatas adalah kemampuan dari siswa
dalam pemahaman materi bahasa Inggris yang diukur pada saat setelah
siswa diberikan materi-materi yang telah diajarkan oleh guru sebelumnya.
Di sisi lain menurut Hakim (2005), disebutkan bahwa
tingkat kecerdasan merupakan faktor utama yang
berpengaruh besar terhadap keberhasilan belajar seseorang yang mana dalam
kesempatan ini keberhasilan tersebut merupakan pencapaian. Berdasarkan
penjelasan tersebut, peneliti bermaksud untuk mengadakan penelitian mengenai kecerdasan majemuk yang sudah diperkenalkan Gardner sejak
tahun 1983 yang mana apakah kecerdasan majemuk memiliki hubungan atau tidak terhadap pencapaian siswa di
sekolah. Peneliti kemudian menentukan topik penelitian dengan judul “Hubungan
antara Kecerdasan Linguistik dalam Pembelajaran Bahasa Inggris terhadap
Pencapaian Siswa” sebagai bahan penelitian ini.
B.
Rumusan masalah
Berdasarkan sumber dan teori pada
latar belakang di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah yang menjadi fenomena
dan menjadi pokok bahasan peneliti adalah hubungan antara kecerdasan linguistik siswa dalam pembelajaran bahasa
Inggris dan hubungannya dengan pencapaian siswa. Oleh karena itu, pertanyaan
penelitian yang dapat disampaikan peneliti adalah, “Apakah
terdapat hubungan antara
kemampuan linguistik dalam pembelajaran bahasa Inggris terhadap pencapaian
siswa?”.
C.
Tujuan penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara kecerdasan linguistik
siswa dalam pembelajaran bahasa Inggris dengan pencapaian siswa selama
pembelajaran.
D.
Manfaat penelitian
Melalui penelitian ini, peneliti
berharap agar penelitian ini dapat menjadi hal yang bermanfaat bagi dunia
pendidikan khususnya bagi pengajar bahasa. Selain itu peneliti
berharap melalui penelitian
ini, peneliti ingin membuktikan hubungan antara kecerdasan linguistik siswa
terhadap pencapaiannya dalam pembelajaran bahasa Inggris apakah saling memiliki
keterkaitan atau tidak sehingga bisa dijadikan referensi untuk cara pengajaran
khususnya bagi pengajar bahasa. Lebih lagi, peneliti merupakan calon pendidik
dan atau guru bahasa Inggris. Peneliti mengharapkan penelitian ini dapat
menjadi pelajaran untuk dimasa yang akan datang. Selain itu, penelitian ini pun
diharapkan mampu menjadi motivasi tertentu bagi guru agar lebih kreatif dalam
proses pengajaran sehingga siswa dapat lebih mudah mencapai apa yang diharapkan
oleh guru selama pembelajaran.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A.
Kajian Pustaka
Berdasarkan pemaparan pada latar belakang
di Bab I, dalam kajian
pustaka ini peneliti akan membahas kata kunci yang digunakan sebagai variabel
di dalam penelitian ini yaitu kecerdasan linguistik dan pencapaian. Pertama
adalah kecerdasan linguistik. Kecerdasan linguistik merupakan salah satu kemampuan
yang terdapat dalam kecerdasan majemuk yang dikemukakan oleh Gardner (1993).
Dalam kenyataanya terdapat delapan kecerdasan majemuk yang
dimiliki setiap individu. Kedelapan kecerdasan tersebut adalah word smart (kecerdasan linguistik), number smart (kecerdasan
logismatematis), picture smart (kecerdasan spasial), body smart (kecerdasan
kinestetik-jasmani), music smart (kecerdasan musikal), people
smart (kecerdasan antarpribadi), self smart (kecerdasan
intrapribadi), dan nature smart (kecerdasan
naturalis) (Gardner,
1983).
Dari berbagai kecerdasan majemuk tersebut, kecerdasan yang erat kaitannya
dengan pembelajaran bahasa Inggris adalah kecerdasan linguistik yang memiliki
hubungan dengan mempelajari suatu bahasa. Oleh karena itu, dari kedelapan kecerdasan
tersebut yang paling sesuai dengan pembahasan ini adalah kecerdasan linguistik.
Kecerdasan linguistik
sendiri memiliki arti berupa kemampuan yang dimiliki individu yang melibatkan kepekaan terhadap bahasa lisan maupun tulisan, kemampuan mempelajari bahasa, dan kemampuan untuk menggunakan bahasa untuk mencapai
tujuan tertentu (Gardner, 1999). Amstrong (2009) menyebutkan bahwa
seseorang yang memiliki kecerdasan linguistik dengan kemampuan tinggi, mereka
berfikir melalui kata-kata. Mereka juga mencintai kegiatan membaca, menulis,
menceritakan dongeng, bermain dengan permainan kata-kata. Selain itu, mereka
juga membutuhkan buku, peralatan menulis, buku diari, debat, dan lain hal
sebagainya untuk menunjang kegiatan pembelajaran mereka.
Di sisi lain, kecerdasan linguistik
melibatkan kepekaan terhadap bahasa lisan maupun tulisan, kemampuan untuk
mempelajari suatu bahasa, dan kemampuan untuk menggunakan bahasa untuk mencapai
tujuan tertentu (Gardner, 1999: 37). Seseorang yang memiliki kecerdasan linguistik
yang tinggi, bisa dikatakan bahwa dia memiliki kemampuan berbahasa yang baik.
Hal itu disebabkan karena kecerdasan linguistik mencakup kemampuan dalam
mempelajari bahasa dan kemampuan untuk menggunakan bahasa tersebut dalam
hal-hal yang disesuaikan dengan tujuannya.
Menurut Armstrong dalam bukunya yang
berjudul Multiple Intelligences in the
Classroom (2009: 6), kecerdasan linguistik merupakan kapasitas seseorang
untuk menggunakan kata-kata secara efektif yang mencakup kemampuan lisan atau
dalam menulis. Kecerdasan ini berhubungan dengan kemampuan untuk memanipulasi syntax atau struktur dari bahasa, phonology atau bunyi dari bahasa, semantic atau arti dari bahasa, dan pragmatic atau penggunaan
bahasa secara praktik yang sesuai dengan konteks bahasan.
Dari penjelasan di atas mengenai
kecerdasan linguistik, peneliti mengartikan bahwa kecerdasan linguistik erat
kaitannya dengan penguasaan bahasa. Hal itu berhubungan dengan penguasaan bahasa
kedua yang dimiliki seseorang dan merupakan suatu indikator apakah seseorang
tersebut memiliki kecerdasan yang tinggi dalam kecerdasan linguistik atau tidak.
Laughlin (1999) menjelaskan bahwa karakteristik seseorang yang memiliki tingkat
kecerdasan linguistik yang tinggi bisa dilihat dari kemampuannya ketika
mempelajari bahasa kedua yang mempergunakan keahlian mendengar, berbicara,
menulis, dan membaca untuk berkomunikasi, berdiskusi, dan meyakinkan orang
lain. Dalam hal ini kecerdasan linguistik dalam pembelajaran bahasa Inggris ditentukan oleh kemampuan siswa dalam
menguasai empat keahlian dalam bahasa Inggris yaitu listening (mendengarkan),
speaking
(berbicara),
writing
(menulis), dan reading (membaca).
Bahasa Inggris merupakan bahasa yang digunakan oleh
masyarakat dunia secara global untuk berkomunikasi. Ini didukung dengan
pernyataan Huda (1999) bahwa bahasa Inggris menjadi pemenang di era globalisasi
ini. Berdasarkan pernyataan tersebut, peneliti mengasumsikan bahwa hal itu
menyebabkan bahasa Inggris menjadi bahasa kedua di Indonesia yang harus
dikuasai setelah bahasa ibu atau bahasa daerah dan bahasa pemersatu yaitu
bahasa Indonesia.
Pokok bahasan yang kedua di dalam kajian pustaka ini
adalah pencapaian dari seorang siswa. Seiring perkembangan zaman, menentukan
pencapaian dari kemampuan siswa tak bisa jika hanya didasarkan pada nilai akhir
saja. Hal tersebut mengacu pada pengertian pencapaian menurut Brown (1980), yang menjelaskan bahwa pencapaian
adalah pengetahuan, pengertian, dan keterampilan yang dikuasai sebagai hasil
pengalaman dari pendidikan khusus. Pencapaian tersebut dapat diukur pada saat
permulaan pembelajaran, selama pembelajaran, dan pada akhir pembelajaran.
Sedangkan menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh
kelompok dari IKIP Semarang, pencapaian juga mencakup beberapa aspek yang
dinilai yaitu aspek kognitif, aplikasi atau performance, aspek afektif
yang menyangkut sikap serta internalisasi nilai-nilai yang perlu ditanamkan dan
dibina melalui mata ajaran atau mata kuliah yang telah diberikan oleh gurunya. Rangakaian
penilaian dari awal sampai akhir merupakan proses yang sangat menentukan dalam
mengetahui pencapaian. Berdasarkan hal tersebut, mengetahui pencapaian siswa
tidak bisa bila hanya didasarkan pada satu patokan nilai di akhir saja,
melainkan proses ketika pembelajaran dan hasil dari pembelajaran tersebut
berlangsung.
Pencapaian juga bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang terdiri dari faktor internal dan eksternal. Menurut Herdiani (2009),
prestasi akademik merupakan hasil dari proses belajar yang merupakan indikator
pencapaian dari proses belajar tersebut. Dalam prosesnya, belajar dipengaruhi
oleh faktor internal dan faktor eksternal, beberapa diantaranya adalah
kompetensi profesional guru, iklim sosial kelas, dan kebiasaan belajar siswa.
B.
Hubungan antar variabel
Berdasarkan penjelasan pada kajian
pustaka, dapat ditarik
hubungan dari variabel yang ada antara kemampuan linguistik siswa dalam
pembelajaran bahasa Inggris sebagai variabel pertama dan variabel yang kedua yaitu pencapaian siswa. Dari
penelitian-penelitian sebelumnya dan beberapa buku yang dijadikin peneliti sebagai referensi,
peneliti memposisikan bahwa posisi penelitian ini sedikit banyak memiliki
persamaan dan tperbedaan
dengan penelitian sebelumnya. Berdasarkan kajian teori yang telah didapatkan
peneliti, penelitian yang terdahulu lebih banyak menghubungkan seluruh
kecerdasan majemuk dalam mengukur hubungan pencapaian siswa.
Hal tersebut mengacu pada beberapa
penelitian yang dilakukan oleh Reidel, dkk (2003)
yang membahas mengenai kecerdasan
majemuk dan kaitannya dengan mengembangkan minat siswa dalam membaca melalui
strategi pengajaran dengan menggunakan pendekatan kecerdasan majemuk. Contoh dari penelitian lainnya adalah penelitian yang
dilakukan oleh Geimer, dkk (2000) dengan judul penelitian “Improving Student Achievement in Language Arts through Implementation
of Multiple Intelligences Teaching Strategies”. Berdasarkan beberapa contoh
dari penelitian sebelumnya, dapat dikatakan bahwa penelitian yang peneliti buat
merupakan penelitian yang berbeda. Hal itu dikarenakan, peneliti hanya
memfokuskan pada salah satu kecerdasan dari delapan kecerdasan
dalam kecerdasan majemuk yang
dijadikan variabel dalam penelitian ini yaitu kecerdasan linguistik. Kecerdasan
tersebut merupakan salah satu kecerdasan yang dicetuskan oleh Gardner dalam
bukunya “Frames Of Mind: The Theory Of Multiple Intelligences” (1993).
Hubungan antar variabel dalam
penelitian ini saling berkaitan. Hal itu merujuk pada penelitian yang dilakukan
Geimer, Getz, Pochert, dan Pulmann (2000) bahwa teori kecerdasan majemuk nampak
sebagai strategi utama untuk mengembangkan pencapaian siswa yang berhubungan
dengan kurikulum, termasuk siswa yang berkebutuhan khusus dan memiliki
pencapaian rendah. Geimer dkk menyatakan bahwa kecerdasan majemuk adalah suatu
cara untuk mengembangkan pencapaian siswa. Namun, dikarenakan kecerdasan
linguistik merupakan salah satu dari jenis kecerdasan majemuk, maka dapat
dikatakan bahwa kecerdasan linguistik memiliki hubungan dengan pencapaian
siswa.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Jenis penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti akan
menggunakan metode kuantitatif melalui studi korelasi. Metode kuantitatif
dilakukan dalam penelitian ini karena peneliti mengambil data dari mayoritas
suatu populasi. Hal itu dikarenakan peneliti ingin mengetahui hubungan antara variabel
yaitu kemampuan linguistik siswa dalam pembelajaran bahasa Inggris dengan
variabel pencapaian siswa yang didasarkan pada fenomena yang ada.
Menurut Gay (1982: 430) dalam
penelitian Doriza (2008), studi korelasi merupakan desain penelitian yang
melibatkan pengumpulan data untuk menentukan apakah dan pada tingkat manakah hubungan
antara dua atau lebih variabel yang terdapat pada jenis penelitian kuantitatif.
Oleh sebab itu, melalui penelitian ini peneliti menggunakan studi korelasi
melalui metode kuantitatif.
B.
Variabel penelitian
Penelitian
ini menggunakan pendekatan studi korelasi. Dalam penelitian ini yang menjadi
pembahasan merupakan hubungan antar variabel. Adapun variable yang dimaksud peneliti dalam penelitian ini yaitu
variabel X yang mewakili kemampuan linguistik siswa dalam pembelajaran Bahasa
Inggris dan variable Y untuk mewakili pencapaian siswa. Sehingga berdasarkan
variabel tersebut, peneliti mengharapkan mampu menjawab pertanyaan penelitian yang merupakan rumusan masalah
dalam penelitian ini.
C.
Definisi operasional
Merujuk pada penjelasan-penjelasan mengenai kecerdasan
lnguistik dan pecapaian siswa dalam kajian pustaka, peneliti mendefinisikan
variabel-variabel tersebut sebagai berikut. Definisi operasional yang peneliti
maksud dengan kemampuan linguistik adalah kemampuan yang dimiliki siswa ketika
siswa memiliki kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif dan kemampuan
siswa tersebut dalam mempelajari bahasa kedua yang dalam hal ini adalah bahasa
Inggris. Definisi tersebut mengacu pada pengertian kecerdasan linguistik
menurut Gardner (1999) dalam Badriyah (2007) bahwa kecerdasan linguistik
melibatkan kepekaan terhadap bahasa lisan maupun tulisan, kemampuan untuk
mempelajari suatu bahasa, dan kemampuan untuk menggunakan bahasa untuk mencapai
tujuan tertentu. Dengan demikian, dalam pembelajaran bahasa Inggris siswa mampu
menguasai keterampilan yang harus dikuasai dalam bahasa Inggris yaitu
keterampilan mendengarkan (listening), keterampilan
berbicara (speaking), keterampilan
membaca (reading), dan keterampilan menulis (writing).
Sedangkan yang peneliti maksud dengan
pencapaian adalah hal yang mampu dicapai oleh siswa dalam keterampilan yang
harus dikuasai dalam bahasa Inggris yaitu listening,
speaking, reading, dan writing. Pencapaian
tersebut diukur dengan beberapa beberapa tes yang mencakup semua aspek dari
keterampilan yang harus dikuasai dalam bahasa Inggris tersebut. Definisi
tersebut mengacu pada pengertian pencapaian menurut Brown (1980), yang menjelaskan bahwa pencapaian adalah pengetahuan, pengertian,
dan keterampilan yang dikuasai sebagai hasil pengalaman dari pendidikan khusus.
D.
Populasi dan sampel penelitian
Berdasarkan penelitian ini, peneliti akan mengambil sumber
data penelitian dari siswa dan guru bahasa Inggris tingkat SMP negeri di Jakarta Selatan sebagai populasi. Terdapat
sepuluh kecamatan di daerah Jakarta Selatan, dan yang dijadikan sampel dalam
penelitin ini adalah lima SMP negeri di beberapa kecamatan yang dianggap sudah
bisa mewakili populasi yang ada.
Adapun sekolah yang akan dijadikan partisipan adalah SMP negeri yang berada di
Kecamatan Mampang, Kebayoran Baru, Tebet, Pasar Minggu, dan Cilandak. Selanjutnya, peneliti memilih satu
sekolah dari masing-masing kecamatan tersebut sehingga jumlah sampel dalam
penelitian ini berasal dari lima sekolah dengan kecamatan yang berbeda. Alasan peneliti menggunakan beberapa
SMP negeri tersebut sebagai sampel karena di salah satu sekolah tersebut, peneliti menemukan kecocokan dengan topik penelitian yang didasarkan pada observasi yang telah dilakukan peneliti sebelumnya, dimana
terdapat siswa yang memiliki nilai-nilai yang cukup baik dengan minat mereka
terhadap pelajaran bahasa Inggris dan sebaliknya.
Fenomena tersebut kemudian mendorong minat peneliti untuk
melakukan penelitian tersebut di daerah Jakarta Selatan, lebih lagi tempat
tinggal peneliti berada di Jakarta Selatan sehingga sedikit banyak peneliti
sudah mengetahui seperti apa pembelajaran di daerah ini. Selain itu pada masa SMP, siswa mulai dikenalkan dengan
materi pembelajaran yang lebih tinggi seperti pengenalan grammar, jenis teks, dan lain hal sebagainya bila dibandingkan
dengan jenjang sebelumnya yaitu SD.
Berdasarkan populasi tersebut,
peneliti akan memilih siswa berdasarkan presentasi 30% dari masing-masing
stratum kelas yang terdiri dari kelas VII sampai dengan kelas IX. Adapun cara
pemerolehan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan stratified random sampling. Peneliti
menggunakan teknik tersebut dikarenakan
jenis penelitian ini adalah kuantitatif, sehingga teknik pegumpulan sampel yang
dipakai adalah probability sampling melalui
teknik stratified random sampling. Peneliti
berharap melalui cara pengambilan sampel yang seperti ini, kemampuan dan
pencapaian yang peneliti harapkan dapat terwakili oleh masing-masing tingkatan
kelas. Hal tersebut juga ditunjang oleh ciri khas dari stratified random sampling yang ingin mengetahui karakteristik
siswa dalam setiap stratum yang berbeda-beda, seperti kemampuan kognitif dan input berupa materi pembelajaran dalam
setiap tingkatan kelas. Guru yang disebutkan sebagai populasi
dijadikan partisipan oleh peneliti hanya sebagai penunjang validitas dari
penelitian ini.
E.
Instrumen dan teknik pengumpulan data
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan empat instrumen
penelitian yang terdiri dari tes kemampuan linguistik, kuisioner reflektif
mengenai minat siswa terhadap pembelajaran bahasa Inggris, tes kemampuan bahasa
Inggris, dan wawancara. Instrumen pertama dan kedua yaitu tes kemampuan linguistik
serta kuisioner yang berisi beberapa pertanyaan untuk mengukur kadar minat
mereka terhadap pelajaran bahasa Inggris berupa pertanyaan-pertanyaan reflektif.
Kuisioner reflektif tersebut digunakan sebagai tambahan data bagi peneliti
karena peneliti ingin mengetahui seberapa besar minat dari masing-masing siswa
terhadap pelajaran bahasa Inggris. Selain itu, kuisioner yang digunakan
peneliti merupakan sebagai tahapan awal dari penelitian. Melalui tes kemampuan
linguistik dan kuisioner tersebut, peneliti mengharapkan akan mengetahui siapa
saja yang memiliki kecerdasan linguistik dengan kemampuan yang tinggi, sedang,
maupun rendah beserta tingkat minatnya terhadap pelajaran bahasa Inggris.
Instrumen ketiga yaitu tes kemampuan bahasa Inggris siswa
yang digunakan untuk mengukur kemampuan bahasa Inggris dari semua siswa yang
dijadikan sampel. Untuk mengukur kemampuan tersebut, peneliti menggunakan tes
tulis dan praktek untuk mengukur secara nyata hubungan antara kecerdasan
linguistik dengan pencapaian dalam materi bahasa Inggris yang dimiliki siswa.
Dalam hal ini beberapa tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan bahasa
Inggis tersebut yaitu reading, listening,
speaking, dan writing.
Adapun instrumen terakhir yang
merupakan instrument tambahan dalam penelitian ini yaitu wawancara yang
dilakukan peneliti kepada beberapa siswa selaku sampel dan guru bahasa Inggris
di sekolah tersebut. Wawancara dilakukan hanya untuk memastikan antara hasil
beberapa kuisioner dengan tes terhadap pernyataan dari siswa dan pendapat guru
bahasa Inggris mereka. Adapun maksud dari wawancara ini merupakan bukan sesuatu
yang menjadi penentu, melainkan instrumen pembantu saja sebagai penunjang
validitas penelitian.
Instrumen untuk mengukur keterampilan juga pencapaian
tersebut, diperhitungkan peneliti melalui rubrik penilaian tertentu yang sudah
disiapkan peneliti pada setiap tes kecerdasan linguistik maupun tes kemampuan
bahasa Inggris. Adapun atribut dalam mengukur variabel ini yaitu siswa yang
memiliki kecerdasan linguistik rendah, sedang, atau tinggi yang dapat diketahui
melalui tes kecerdasan majemuk. Selain itu hasil dari pencapaian yang diukur oleh
peneliti, apakah hubungan antar kedua variabel tersebut positif atau negatif
yang diukur dengan atribut rendah, sedang, dan tinggi pada tes kemampuan siswa.
F.
Prosedur penelitian
Seperti yang peneliti sudah sampaikan pada poin A dalam
jenis penelitian, jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan
menggunakan studi korelasi. Secara
garis besar, langkah-langkah yang dilakukan melibatkan proses pertanyaan dalam
kuisioner dan hasil dari empat tes kemampuan bahasa Inggris yang dijadikan
sumber data penelitian.
Pertama peneliti akan melakukan
observasi untuk meyakinkan kembali SMP negeri mana yang akan dijadikan sebagai sampel. Observasi tersebut dilakukan peneliti agar peneliti bisa
menentukan kelas mana yang sekiranya bisa dijadikan sampel penelitian. Adapun siswa
yang akan dilibatkan sebagai sumber data penelitian ini adalah kelas VII, VIII,
dan IX. Dikarenakan proses pengambilan sampel yang digunakan adalah stratified random sampling, maka
peneliti hanya melibatkan satu kelas dari masing-masing tingkatan kelas dengan
proporsi yang disesuaikan dengan kuota sampel yang ditetapkan. Dari sampel
tersebut, peneliti akan memberikan tes untuk menguji kecerdasan majemuk yang
dominan dari partisipan dimana tes tersebut akan difokuskan pada kecerdasan
linguistik yang mereka miliki. Selain itu, siswa yang dijadikan sampel juga
diberikan kuisioner yang berisi beberapa pertanyaan mengenai tanggapan mereka
mengenai minat terhadap terhadap pelajaran bahasa Inggris.
Setelah peneliti melakukan tes kecerdasan majemuk,
peneliti kemudian akan memberikan beberapa tes untuk menguji kemampuan bahasa
Inggris partisipan. Untuk yang petama, peneliti akan memberikan tes membaca
teks atau reading. Tes tersebut
berisikan pertanyaan-pertanyaan untuk mengukur kemampuan membaca yang dimana
sebelumnya siswa akan diberikan sebuah teks deskripsi. Setelah itu, partisipan
juga akan diberikan tes presentasi kelompok untuk mengukur kemampuan berbicara
atau speaking. Terakhir yaitu tes
membuat cerita naratif untuk mengukur kemampuan menulis atau writing yang mana dalam tes ini siswa
diberikan waktu 30 menit untuk mengarang. Untuk mengukur kemampuan mendengarkan
atau listening, peneliti akan
memberikan tes yang bernama Missing
Lyric. Dalam tes ini partisipan akan diberikan selembar lirik lagu yang beberapa katanya dihilangkan. Ketika
mengisi lirik kosong tersebut, siswa akan diperdengarkan sebuah lagu berbahasa
Inggris dengan tempo sedang dan kemudian mengisi kata pada lirik
kosong yang telah diberikan.
Tahapan selanjutnya setelah peneliti memberikan serangkaian
tes, peneliti akan melakukan beberapa wawancara singkat dengan beberapa orang
siswa dari masing-masing tingkatan kelas. Selain itu, peneliti juga akan mewawancarai
guru bahasa Inggris untuk mengetahui dan mencocokan data yang telah diperoleh
peneliti. Peneliti sudah mendapatkan data yang dibutuhkan untuk mengetahui
bagaimanakah hubungan kecerdasan linguistik dalam pembelajaran bahasa Inggris
terhadap pencapaian siswa. Tahapan selanjutnya yang dilakukan peneliti adalah
menganalisis data yang mana melalui tahap ini peneliti akan mendapatkan
kesimpulan yang diharapkan akan menjawab pertanyaan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Addin Mardiansyah, d. (2010, December
1). Belajar Itu Penting.
Diakses Mei 3, 2012, dari http://behaviorurldefaultvml-o.html.
Badriyah, L. Aplikasi Teori Multiple
Intelllignces dengan Pendekatan Kooperatif dan proyek
terbuka dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Mata Pelajaran PAI. (Malang: UIN Malang, 2007), hlm. 27, 38, 39.
cMn5UtUwjAC&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false
Dimyati & Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta : PT.
Rineka Cipta, 2006).
Doriza, S. (2008, November 9). Penelitian
Korelasi. Diakses Juni 19, 2012, dari wordpress:
http://sdoriza.wordpress.com/2008/11/09/penelitian-korelasi/.
Geimer, M. dkk. (2000). Improving Student Achievement in Language Arts
through Implementation of
Multiple Intelligences Teaching Strategies. Chicago: Saint Xafier University.
Hakim, T. (2005). Belajar secara efektif. Diakses
Juni 20, 2012, dari Google Book: http://www.google.co.id/books?id=
Herdiani,
A. (2010). Pengaruh Persepsi Siswa tentang Kompetensi Profesional Guru dan Iklim Sosial Kelas terhadap Prestasi
Akademik Siswa melalui Kebiasaan Belajar Siswa
Kelas XII IPS SMA Negeri I Kepanjen Tahun Ajaran 2009-2010 pada Mata Pelajaran Akuntansi. Diakses Juni
22, 2012, dari SKRIPSI Jurusan Akutansi - Fakultas
Ekonomi UM, 2010: http://ilmiah.um.ac.id/index.php/akutansi/article/view/5191.
Istiqomah. (2011, Juli 11). Globalisasi dan Bahasa
Inggris. Diakses Juni 24, 2012, dari Pusat
Sumber Belajar Dit. PSMA: http://www.psb-psma.org/forum/forum-mata- pelajaran/bahasa-inggris/3948-globalisasi-dan-bahasa-inggris.
Jazadi, I. (2008, September 2). Bahasa Inggris Sebagai
Alat Komunikasi Global. Diakses Juni 24, 2012, dari JASMANSYAH Media
Shilaturrahmi, berbagi informasi & Ilmu:http://jasmansyah76.wordpress.com/2008/09/02/bahasa-inggris-sebagai-alat- komunikasi-global/.
Masidjo, I. (n.d.). Penilaian Pencapaian Hasil Belajar
Siswa Di Sekolah. Diakses Juni 20, 2012,
from Google Book: http://www.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=HsRN-YFQ- vAC&oi=fnd&pg=PA5&dq=pencapaian+siswa+dalam+belajar&ots=svskevHb
kV&sig=UXGVrbM2YMKBfIbtQ71Gqn76HMc&redir_esc=y#v=onepage&q =pencapaian%20siswa%20dalam%20belajar&f=false
Rahayu, P. Pengaruh Lingkungan
Belajar dan Motivasi Belajar terhadap Prestasi Belajar
Mata Pelajaran Ekonomi Siswa Kelas X di SMA Widya Dharma Turen. (Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim,
2010).
Reidel, J., dkk. (2003). Improving Student Academic
Reading through the Use of Multiple Intelligences
Teaching Strategies. Chicago: Saint Savier Univercity.