Pada pertemuan kuliah umum yang
kedua kemarin, sesungguhnya saya tidak hadir untuk mengikuti kegiatan
perkuliahannya karena beberapa sebab yang tidak bisa saya sampaikan di sini.
Namun, saya akan tetap mencoba untuk memberikan tanggapan terhadap kuliah umum
kemarin karena saya mendapatkan rekaman suara dari salah satu teman saya selama
perkuliahan berlangsung bersama Ibu Saras Dewi. Dari hasil rekaman suara
tersebut, saya mendapatkan beberapa hal yang penting dan cukup menarik mengenai
Filsafat dan Agama yang mana keduanya merupakan tema besar dari kuliah umum
kali itu.
Bagi saya, mendengarkan pembahasan
mengenai Filsafat Agama sebenarnya tidak lah terlalu asing. Hal itu disebabkan
karena pada beberapa waktu yang lalu, saya sempat membicarakannya dengan
beberapa senior yang sudah mempelajari HS lebih dulu. Meskipun saya tidak hadir
pada perkuliahan kemarin, saya rasa pertemuan tersebut sangatlah menarik karena
membahas mengenai sesuatu yang menambah pengetahuan saya mengenai agama.
Berdasarkan rekaman yang saya
dengar, filsafat dan agama merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan satu
sama lain. Hal itu disebabkan karena dua-duaya memiliki keterikatan dalam
konsepnya sendiri. Filsafat merupakan sesuatu yang didapat berdasarkan
pemikiran atau perenungan melalui meditasi. Di samping itu, agama merupakan
sesuatu yang diperoleh dari kepatuhan terhadap suatu wahyu yang kemudian
menyebabkan kegiatan ritual oleh pengikutnya. Bila merujuk kepada dua
pengertian tersebut, tentulah menjadi kebingungan tersendiri karena terdapat
kontradiksi antara filsafat dan agama. Oleh karena itu lah kemudian tercetus
filsafat agama karena menurut Ibu Saras, agama tanpa filsafat hanya menjadi
dogma atau ritual semata dan filsafat tanpa agama akan menjadi pemikiran yang
tak akan ada habisnya.
Dari penjelasan Ibu Saras, terdapat
beberapa hal yang saya anggap sebagai poin penting dari kuliah umum ini. Hal
itu adalah mengenai alasan mengapa filsafat agama itu harus lah ada dan dipelajari.
Hal yang saya anggap sebagai inti dari filsafat dan agama, jika agama
dipisahkan dari akal dan pemikiran manusia maka yg terjadi adalah fanatisme. Di
sisi lain, apabila filsafat dipisahkan dari agama yang terjadi adalah ketidak
percayaan terhadap agama atau yang dikenal dengan atheisme. Untuk itulah
filsafat agama ada karena berperan sebagai jembatan antara sesuatu yang berasal
dari perenungan dan kepatuhan yang sumbernya berbeda.
Menurut saya, filsafat agama
merupakan materi yang sangat menarik dan menantang. Hal itu karena, melalui
filsafat agama saya dituntut untuk mengungkapkan seperti apa kepercayaan dan
agama yang saya anut dengan argumen yang kuat tentunya, seperti tugas kali ini.
Sampai dengan saat ini, saya tidak terlalu merasakan kegalauan ketika
pertanyaan-pertanyaan mengenai agama, Tuhan, dan lain hal sebagainya muncul.
Bagi saya, filsafat agama merupakan materi yang mengantarkan saya untuk
mengenal agama saya sendiri, Islam, karena filsafat sendiri mengharuskan saya
untuk berikir kritis. Filsafat agama merupakan salah satu jalan yang
mengarahkan saya bahwa agama bukan merupakan warisan keluarga melainkan sesuatu
yang harus dipelajari dan diimani dengan sungguh-sungguh.
Membahas mengenai agama yang saya
anut, Islam, saya percaya bahwa Tuhan itu ada yang mana dalam Islam Tuhan yang
dimaksud adalah Allah SWT. Seperti yang terjadi pada kasus lainnya, dalam
mengimani sebuah agama pun harus ada bukti yang kuat. Islam mengajarkan saya
bahwa mempercainya berarti melakukan tiga hal dalam iman. Tiga hal yang
dimaksud merupakan diyakini dalam hati, diikrarkan lewat lisan, dan diamalkan
dengan perbuatan.
Saya pernah mengikuti kajian
keagamaan yang membahas mengenai isu ketuhanan. Di situ dijelaskan bahwa alasan
seseorang mempercayai akan adanya Tuhan adalah dengan bukti-bukti kekuasaan dan
penciptaannya di alam jagat raya ini. Sederhananya adalah segala sesuatu di
dunia ini tentulah ada penciptanya, komputer atau android yang super canggih
sudah tentu bahwa manusia lah yang menciptakan. Lalu apa kabar dengan hal-hal
besar lainnya seperti gugusan bintang, berbagai kejadian alam, dan hal menakjubkan
lainnya? Di situlah peran Tuhan, Tuhan ingin menunjukan bahwa mempercayainya
bukan berarti ita harus bertatap muka lalu baru lah kita percaya. Berdasarkan
kajian yang saya dapatkan, Tuhan menciptakan itu semua agar kita berpikir dan
meyakini akan kehadirannya di jagat raya ini melalui hal-hal yang telah Dia
ciptakan.
Hal lain yang menjadi alasan saya
percaya akan adanya Tuhan adalah sesuatu yang dianggap mustahil menjadi benar
terjadi atau hal yang disebut dengan keberuntungan. Menurut saya hal yang
dianggap ajaib tersebut semata-mata bukan datang dari manusia melainkan bentuan
dari Tuhan selaku pihak yang paling berkuasa. Saya pernah mengalami kondisi tersebut
selalu setiap saya memasuki tahapan-tahapan pendidikan dalam hidup saya.
Saya merasa saya bukanlah seseorang
yang sangat cerdas dan di situlah saya merasa Tuhan itu selalu di dekat saya.
Kejadian yag terakhir adalah ketika saya diterima di SSE. Sejujurnya kemampuan
bahasa Inggris saya sangatlah tidak mengagumkan dan suatu kenekatan ketika saya
mendaftarkan diri untuk menjadi mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris. Namun,
yang terjadi adalah saya lolos dan menjadi mahasiswa SSE. Pada saat itu, saya
bersyukur saya lolos dan saya yakin amat yakin bahwa saya lolos bukan karena
diri saya sendiri tapi karena adanaya bantuan Tuhan.
Hal yang membuat saya percaya bahwa
Tuhan itu ada adalah karena kekuasaannya yang dapat dirasakan. Tak selalu yang
dapat dirasakan itu bisa terlihat dan terdengar bukan? Layaknya rasa lapar,
rasa benci, dan bahagia sekali pun, kita hanya bisa merasakan itu tanpa
mengetahui bentuk sebenarnya seperti apa. Oleh karena itu, mempercayai akan
keberadaan Tuhan bukan berarti kita harus bertemu dulu dengan Tuhan tetapi saya
lakukan melalui tiga hal pokok mengenai iman yang diajarkan dalam agama saya.
Hal itu karena sesuangguhnya Tuhan dekat dengan diri kita sendiri bahkan Tuhan
lebih dekat dengan urat leher kita sendiri. Saking dekatnya bahkan kita sulit
untuk melihatnya. Tak percaya? Silakan buktikan sendiri.
Di sisi lain membahas mengenai agama
atau kepercayaan lain, bagi saya semua agama itu merupakan suatu yang benar
karena setiap agama mengajarkan hal yang baik. Tak ada agama yang mengajarkan
pengikutnya untuk merampok dan lain hal sebagainya karena pada hakikatnya agama
merupakan panduan bagi manusia untuk menjalani hidupnya. Hal yang terjadi
adalah perbedaan-perbedaaan cara dan penyampai dari agama sehingga terdapat
banyak sekali agama di dunia ini.
Bila merujuk pada ekslusifitas,
inklusifitas, atau pluralitas, saya rasa saya merupakan orang yang plural
karena saya menganggpa bahwa kebenaran itu ada dimana-mana tergantung pada
sudut pandang dari setiap individu. Namun, mengenai agama yang saya pilih, saya
memiih Islam karena saya rasa Islam merupakan agama yang paling logis diantara
agama yang lain.
Di samping itu saya setuju dengang
pendapat mengenai inksklusifitas
islam yang
memiliki arti bahwa agama yang
universal dan dapat diterima oleh semua orang yang berakal sehat tanpa
memperdulikan latar belakang, suku bangsa, setatus sosial dan atribut
keduniawian lainya (Ulya, 2012). Sebenarnya kegalauan yang ada pada diri
saya merupakan kegalauan dibagian mana saya berada, sebagai inklusif atau
pluralis? Hal itu karena di dalam keduanya terdapat beberapa hal yang saya rasa
mewakili saya. Namun, hal terpentingnya adalah bahwa dalam setiap agama
mengajarkan hal yang baik untuk menjadikan manusia berbudi dan berakal. Agama
pun menjadikan saya berpikir karena apabila saya hanya mengerjakan
kewajiban-kewajiban dalam Islam tanpa mengatahui makna, maka hal itu hanya akan
menjadi ritual atau kebiasaan yang tak berarti.
Dalam tulisan ini saya dapat
menyimpulkan bahwa filsafat dan agama merupakan dua hal yang saling berhubungan
dan sulit untuk dipisahkan. Filsafat pun mengajarkan bahwa dalam beragama
seseorang harus mengetahui Tuhannya siapa dan seperti apa agar dia tidak hanya
asal-asalan memeluk suatu agama yang kemudian hanya menjadi ritual tanpa ada
makna yang mendalam. Agama mengajrkan kebaikan dan agama pun mengharuskan
pemeluknya untuk berpikir dengan kritis agar tak tersesat atau hanya menjadi
pengikut semata.