Minggu, 02 Desember 2012

Memfilsafati Agama


           Pada pertemuan kuliah umum yang kedua kemarin, sesungguhnya saya tidak hadir untuk mengikuti kegiatan perkuliahannya karena beberapa sebab yang tidak bisa saya sampaikan di sini. Namun, saya akan tetap mencoba untuk memberikan tanggapan terhadap kuliah umum kemarin karena saya mendapatkan rekaman suara dari salah satu teman saya selama perkuliahan berlangsung bersama Ibu Saras Dewi. Dari hasil rekaman suara tersebut, saya mendapatkan beberapa hal yang penting dan cukup menarik mengenai Filsafat dan Agama yang mana keduanya merupakan tema besar dari kuliah umum kali itu.
            Bagi saya, mendengarkan pembahasan mengenai Filsafat Agama sebenarnya tidak lah terlalu asing. Hal itu disebabkan karena pada beberapa waktu yang lalu, saya sempat membicarakannya dengan beberapa senior yang sudah mempelajari HS lebih dulu. Meskipun saya tidak hadir pada perkuliahan kemarin, saya rasa pertemuan tersebut sangatlah menarik karena membahas mengenai sesuatu yang menambah pengetahuan saya mengenai agama.
            Berdasarkan rekaman yang saya dengar, filsafat dan agama merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Hal itu disebabkan karena dua-duaya memiliki keterikatan dalam konsepnya sendiri. Filsafat merupakan sesuatu yang didapat berdasarkan pemikiran atau perenungan melalui meditasi. Di samping itu, agama merupakan sesuatu yang diperoleh dari kepatuhan terhadap suatu wahyu yang kemudian menyebabkan kegiatan ritual oleh pengikutnya. Bila merujuk kepada dua pengertian tersebut, tentulah menjadi kebingungan tersendiri karena terdapat kontradiksi antara filsafat dan agama. Oleh karena itu lah kemudian tercetus filsafat agama karena menurut Ibu Saras, agama tanpa filsafat hanya menjadi dogma atau ritual semata dan filsafat tanpa agama akan menjadi pemikiran yang tak akan ada habisnya.
            Dari penjelasan Ibu Saras, terdapat beberapa hal yang saya anggap sebagai poin penting dari kuliah umum ini. Hal itu adalah mengenai alasan mengapa filsafat agama itu harus lah ada dan dipelajari. Hal yang saya anggap sebagai inti dari filsafat dan agama, jika agama dipisahkan dari akal dan pemikiran manusia maka yg terjadi adalah fanatisme. Di sisi lain, apabila filsafat dipisahkan dari agama yang terjadi adalah ketidak percayaan terhadap agama atau yang dikenal dengan atheisme. Untuk itulah filsafat agama ada karena berperan sebagai jembatan antara sesuatu yang berasal dari perenungan dan kepatuhan yang sumbernya berbeda.
            Menurut saya, filsafat agama merupakan materi yang sangat menarik dan menantang. Hal itu karena, melalui filsafat agama saya dituntut untuk mengungkapkan seperti apa kepercayaan dan agama yang saya anut dengan argumen yang kuat tentunya, seperti tugas kali ini. Sampai dengan saat ini, saya tidak terlalu merasakan kegalauan ketika pertanyaan-pertanyaan mengenai agama, Tuhan, dan lain hal sebagainya muncul. Bagi saya, filsafat agama merupakan materi yang mengantarkan saya untuk mengenal agama saya sendiri, Islam, karena filsafat sendiri mengharuskan saya untuk berikir kritis. Filsafat agama merupakan salah satu jalan yang mengarahkan saya bahwa agama bukan merupakan warisan keluarga melainkan sesuatu yang harus dipelajari dan diimani dengan sungguh-sungguh.
            Membahas mengenai agama yang saya anut, Islam, saya percaya bahwa Tuhan itu ada yang mana dalam Islam Tuhan yang dimaksud adalah Allah SWT. Seperti yang terjadi pada kasus lainnya, dalam mengimani sebuah agama pun harus ada bukti yang kuat. Islam mengajarkan saya bahwa mempercainya berarti melakukan tiga hal dalam iman. Tiga hal yang dimaksud merupakan diyakini dalam hati, diikrarkan lewat lisan, dan diamalkan dengan perbuatan.
            Saya pernah mengikuti kajian keagamaan yang membahas mengenai isu ketuhanan. Di situ dijelaskan bahwa alasan seseorang mempercayai akan adanya Tuhan adalah dengan bukti-bukti kekuasaan dan penciptaannya di alam jagat raya ini. Sederhananya adalah segala sesuatu di dunia ini tentulah ada penciptanya, komputer atau android yang super canggih sudah tentu bahwa manusia lah yang menciptakan. Lalu apa kabar dengan hal-hal besar lainnya seperti gugusan bintang, berbagai kejadian alam, dan hal menakjubkan lainnya? Di situlah peran Tuhan, Tuhan ingin menunjukan bahwa mempercayainya bukan berarti ita harus bertatap muka lalu baru lah kita percaya. Berdasarkan kajian yang saya dapatkan, Tuhan menciptakan itu semua agar kita berpikir dan meyakini akan kehadirannya di jagat raya ini melalui hal-hal yang telah Dia ciptakan.
            Hal lain yang menjadi alasan saya percaya akan adanya Tuhan adalah sesuatu yang dianggap mustahil menjadi benar terjadi atau hal yang disebut dengan keberuntungan. Menurut saya hal yang dianggap ajaib tersebut semata-mata bukan datang dari manusia melainkan bentuan dari Tuhan selaku pihak yang paling berkuasa. Saya pernah mengalami kondisi tersebut selalu setiap saya memasuki tahapan-tahapan pendidikan dalam hidup saya.
            Saya merasa saya bukanlah seseorang yang sangat cerdas dan di situlah saya merasa Tuhan itu selalu di dekat saya. Kejadian yag terakhir adalah ketika saya diterima di SSE. Sejujurnya kemampuan bahasa Inggris saya sangatlah tidak mengagumkan dan suatu kenekatan ketika saya mendaftarkan diri untuk menjadi mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris. Namun, yang terjadi adalah saya lolos dan menjadi mahasiswa SSE. Pada saat itu, saya bersyukur saya lolos dan saya yakin amat yakin bahwa saya lolos bukan karena diri saya sendiri tapi karena adanaya bantuan Tuhan.
            Hal yang membuat saya percaya bahwa Tuhan itu ada adalah karena kekuasaannya yang dapat dirasakan. Tak selalu yang dapat dirasakan itu bisa terlihat dan terdengar bukan? Layaknya rasa lapar, rasa benci, dan bahagia sekali pun, kita hanya bisa merasakan itu tanpa mengetahui bentuk sebenarnya seperti apa. Oleh karena itu, mempercayai akan keberadaan Tuhan bukan berarti kita harus bertemu dulu dengan Tuhan tetapi saya lakukan melalui tiga hal pokok mengenai iman yang diajarkan dalam agama saya. Hal itu karena sesuangguhnya Tuhan dekat dengan diri kita sendiri bahkan Tuhan lebih dekat dengan urat leher kita sendiri. Saking dekatnya bahkan kita sulit untuk melihatnya. Tak percaya? Silakan buktikan sendiri.
            Di sisi lain membahas mengenai agama atau kepercayaan lain, bagi saya semua agama itu merupakan suatu yang benar karena setiap agama mengajarkan hal yang baik. Tak ada agama yang mengajarkan pengikutnya untuk merampok dan lain hal sebagainya karena pada hakikatnya agama merupakan panduan bagi manusia untuk menjalani hidupnya. Hal yang terjadi adalah perbedaan-perbedaaan cara dan penyampai dari agama sehingga terdapat banyak sekali agama di dunia ini.
            Bila merujuk pada ekslusifitas, inklusifitas, atau pluralitas, saya rasa saya merupakan orang yang plural karena saya menganggpa bahwa kebenaran itu ada dimana-mana tergantung pada sudut pandang dari setiap individu. Namun, mengenai agama yang saya pilih, saya memiih Islam karena saya rasa Islam merupakan agama yang paling logis diantara agama yang lain. 
            Di samping itu saya setuju dengang pendapat mengenai inksklusifitas islam yang memiliki arti bahwa agama yang universal dan dapat diterima oleh semua orang yang berakal sehat tanpa memperdulikan latar belakang, suku bangsa, setatus sosial dan atribut keduniawian lainya (Ulya, 2012). Sebenarnya kegalauan yang ada pada diri saya merupakan kegalauan dibagian mana saya berada, sebagai inklusif atau pluralis? Hal itu karena di dalam keduanya terdapat beberapa hal yang saya rasa mewakili saya. Namun, hal terpentingnya adalah bahwa dalam setiap agama mengajarkan hal yang baik untuk menjadikan manusia berbudi dan berakal. Agama pun menjadikan saya berpikir karena apabila saya hanya mengerjakan kewajiban-kewajiban dalam Islam tanpa mengatahui makna, maka hal itu hanya akan menjadi ritual atau kebiasaan yang tak berarti.
            Dalam tulisan ini saya dapat menyimpulkan bahwa filsafat dan agama merupakan dua hal yang saling berhubungan dan sulit untuk dipisahkan. Filsafat pun mengajarkan bahwa dalam beragama seseorang harus mengetahui Tuhannya siapa dan seperti apa agar dia tidak hanya asal-asalan memeluk suatu agama yang kemudian hanya menjadi ritual tanpa ada makna yang mendalam. Agama mengajrkan kebaikan dan agama pun mengharuskan pemeluknya untuk berpikir dengan kritis agar tak tersesat atau hanya menjadi pengikut semata.